Rabu, 11 April 2012

VISI KELEMBAGAAN PROFESIONAL DAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH



A.     VISI BARU MANAJEMEN SEKOLAH
Di Indonesia, MBS relatif baru diperkenalkan sebagai sebuah para digma manajemen sekolah. Spirit MBS makin kencang karena pada tataran internasional MBS ini makin menampakan kemapanan.

Visi pada intinya adalah pandangan jauh ke depan, mendalam, dan luas yang merupakan daya pikir abstrak yang memiliki kekuatan dahsyat dan dapat menerobos segala batas – batas fisik, waktu, dan tempat ( Gaffar, 1995).

Dilihat dari perspektif waktu, visi pada intinya menyoal tentang masa depan, dengan rentang waktu (Time frame) tertentu. Visi merupakan komponen sentral dari semua great leadership. Terminology leadership merujuk pada dua hal. Pertama adalah orang – orang yang duduk pada posisi pimpinan yang benar – benar piawai dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif, efisien, dan dengan akuntabilitas tertentu. Kedua adalah posisi – posisi strategis yang diduduki oleh manusia organisasional, seperti eksekutif puncak, rektor perguruan tinggi, direktur akademi.

Visi adalah suatu inovasi didalam dunia manajemen modem, terutama manajemen srategik. Istilah strategik ini merujuk pada posisi pimpinan puncak sebuah organisasi, termasuk organisasi pendidikan, juga sekolah. Visi merupakan atribut kunci kepemimpinan, termasuk kepemimpinan akademik sekolah.

Visi sekolah pada intinya adalah statemen paling fundamental (fundamental statement) mengenai nilai, aspirasi, dan tujuan institute persekolahan. Oleh karena itu. Visi sekolah meupakan kunci keberhasilan sebuah lembaga sekolah yang dikelola secara  profesional.

Visi yang baik dirumuskan secara sederhana dan terfokus, dapat ditangkap maknanya oleh staf atau tenaga pelaksana, menggambarkan kepastian, dapat dilaksanakan, serta realistis. Visi macam apa yang diperlukan oleh mereka?
1.      Visi yang mampu merangsang kreativitas dan bermakna secara fisik psikologis bagi kepala sekolah, guru, staf tat usaha, dan anggota komite sekolah.
2.      Visi yang dapat menumbuhkan kebersamaan dan pencarian kolektif bagi kepala sekolah, guru, staf tata usaha, dan anggota komite sekolah untuk tumbuh secara profesional
3.      Visi yang mampu mereduksi sikap egoistik  - unit ke format berpikir kolegialitas, kompreshensif, dan bekerja dengan cara – cara yang dapat diterima oleh orang lain.
4.      Visi yang mampu merangsang kesamaa sikap dan sifat dalam aneka perbedaan pada diri kepala sekolah,  guru, staf tata usaha, dan anggota komite sekolah, sekaligus menghargai perbedaan dan menjadikan perbedaan itu sebagai potensi untuk maju secara sinergis.
5.      Visi yang mampu merangsang seluruh anggota, dari haya bekerja secara proforma ke kinerja riil yang bermaslahat, efektif, efesien, dan dengan akuntabilitas tertentu.


B.     STANDAR MUTU LAYANAN PERSEKOLAHAN

Pada format pengelolaan pendidikan yang sentralistik, sekolah menjadi unit birokrasi dan guru sering diposisikan sebagai bagian dari karyawan birokrasi pemerintahan.

Birokrat pendidikan dan unsur birokrasi terkait seperti Dinas Diknas dan pemerintah daerah kabupaten / kota, mendelegasikan kepada kepala sekolah untuk menjalankan tugas pokok dan funginya secara otonom. Selanjutnya, kepala sekolah dapat mengatur atau mengelola sekolahnya dengan prakarsa pemberdayaan tertentu.

Proses desentralissi di level kompleks sekolah (school building) ini sering kali menimbulkan banyak masalah yang berhubungan dengan peran individu guru. Masalah itu berkisar sebagai berikut:
1.      Pemahaman Konsep Manajemen Partisipatif
Konsep adanya perlibatan semua anggota komunitas dalam proses perbuatan keputusan sekolah. Keputusan sekolah.
2.      Aplikasi Konsep Manajemen Partisipatif
Keiklhasan kepada sekolah untuk berbagi kewenangan dan kematangan komunitas sekolah menerima delegasi tugas menjadi prasyarat bagi berfungsinya semua komponen dalam mendukung usaha pendidikan dan pembelajaran.
3.      Pemahaman Akan Konsep Pendidikan dan Pembelajaran
Lembaga pendidikan tidak hanya menjalankan fungsi reproduksi dan desiminasi ilmu pengetahuan, teknologi , dan seni, tetapi juga yang utama adalah pembentukan kesejatian anak didik sebagai manusia masa depan yang tumbuh secara dewasa.
4.      Tradisi Ketergantungan yang Sudah Berlangsung Lama
MBS meniscayakan adanya kemandirian dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi program.
5.      Profesionalisme Pendidikan dan Keguruan
Hal ini merupakan kunci utama bagi kepala sekolah dan guru dalam menyelenggarakan proses pendidikan dan pembelajaran secara efektif, baik didalam maupun didalam kelas.
6.      Etos Kerja Komunitas Sekolah
Satu penyakit yang paling sulit disembuhkan di lingkungan sekolah adalah etos kerja kepala sekolah dan guru yang untuk sebagian masih rendah.
7.      Rasa Saling Percaya
Ada kalanya menjadi tabiat (nature) manusia, termasuk komunitas sekolah, bersifat curiga pada seseorang yang lain, merasa pintar dan benar sendiri, iri atas kemampuan dan prestasi sejawat, tidak siap bersaing, dan sebagainya.
8.      Dukungan Kerja Ketatalaksanaan Sekolah
Di lembaga sekolah, selayaknya pada organisasi apa pun, tenaga tata laksana menjalankan tugas sebagai pendukung (supporting system) yang dapat memperlancar roda kerja organisasi.
9.      Dimensi Faslitatif atau Sarana dan Prasarana
Sekolah yang kompeten umumnya didukung oleh sumber daya pembelajaran dan instrumen teknologi yang memadai.
10.  Dukungan Masyarakat
Sekolah yang bermutu bukanlah untuk sekolah, melainkan untuk anak didik dan masyarakat.

Standar mutu layanan minimum ( SMLM), terutama berhubungan dengan hal – hal sebagai berikut.
a.       SMLM kinerja kepala sekolah berkaitan dengan pelaksanaan tugas kepemimpinan dan keadministrasian.
b.      SMLM etos dan kinerja guru berkaitan dengan disiplin kerja, proses pembelajran dan evaluasi, capaian kegiatan pengajaran, pemberian umpan balik kepada anak didik untuk kepentingan akademik dan nonakademik, layanan bimbingan konseling kepada siswa, kegiatan pengembangan profesional, administrasi kelas, dan tugas nonakademik lainnya.
c.       SMLM kinerja tat usaha berkaitan dengan kearsipan,  pengetikan, penggandaan,. Ketatalaksanaan keuangan, penyampaian surat – menyurat, dan pelayanan batu lainnya.
d.      SMLM partisipasi masyarakat akan pendidikan anak, terutama di bidang pembiayaan, pendidikan anak dirumah, pengawasan belajar anak. Memberi masukan demi kebaikan dan perbaikan kinerja sekolah, dan lain – lain.
e.       SMLM  daya dukung pembelajaran, seperti alat peraga pembelajaran, alat laboraturium, perpustakaan, buku, tata lingkungan sekolah, dll
f.       SMLM etos belajar anak didik, berkaitan dengan disiplin umum sekolah, disiplin belajar, ketertiban siswa secara pribadi, kegiatan yang bersifat partisipatif, program ekstrakulikuler, dll
g.      SMLM prestasi belajar anak didik, khususnya prestasi  belajar kulikuler dan ekstra, termasuk prestasi untuk program  yang bersifat kompetisi atau lomba.

11.  Etos Belajar Siswa
Siswa adalah subyek utama layanan pendidikan dan pembelajaran. Sebagai bagian dari anggota komunitas sekolah, guru harus memegang dan menjunjung tinggi tanggung jawab ketika dia diberi kewenangan.

Bagi komunitas dari sekolah yang si berikan kekuasaan mengelola institusinya secara otonom, keputusan tentang kualitas lingkungan belajar harus dibuat oleh kelompok kerja atau dengan menggunakan pendekatan partisipatif.

Guru harus bertanggung jawab lebih besar dari sekedar menyelenggarakan kegiatan pendidikan dan pembelajaran, tanpa harus mengorbankan tugas utama mereka. Guru harus menyuplai energinya lebih besar bagi kegiatan pendidikan dan pembelajaran dikelas. Tugas tambahan yang diembankan kepadanya, karenanya harus relevan dengan kebutuhan dan keinginan mereka sebagai guru. 


C.    MULTI KELOMPOK KERJA DALAM KERANGKA MBS
Kelompok kerja ini diberi tambahan tanmggung jawab dan umumnya hal itu berdampak pada peningkatan kualitas dan kuantitas produksi kerja mereka
Esensi penugasan kelompok ini adalah agar anggotanya dapat merangsang loyalitas dan berfungsi memberikan dorongan secara psikologis, sebagai perluasan atas tugas profesional kelompok.

Berkaitan dengan KKG, Djam’an Satori (1989) antara lain menggariskan beberapa  fungsi dominanya, seprti :
(1). Sebagai ajang pertemuan atau silaturahmi antarsesama guru, karena                          melalui forum ini mereka dapat saling mengenal dan memupuk rasa                  kekeluargaan diantara rekan sejawat;
(2). Sebagai wadah bertukar pikiran dan pengalaman antar sesama guru;
(3). Sebagai wadah pemecahan masalah dalam kehidupan sehari – hari
(4). Sebagai wadah peningkatan kemampuan profesional
(5) Sebagai wadah menimba pengalaman dari guru senior
(6). Sebagai wadah kerjasama untuk memecahkan masalah yang dihadapi                     oleh guru dalam keseharian tugasnya
(7). Memupuk sikap kritis dan terbuka terhadap perubahan – perubahan atau             inovasi baru dalam bidang pendidikan, terutama pembelajaran.
(8). Sebagai wahana bagi guru untuk mengoreksi atau menyadarkan diri atas                 kelemahannya.
(9). Menambah pengetahuan dan kecakapan baru
(10). Mengembangkan kreativitas
(11). Memupuk rasa ingin tahu
(12). Membangun kepercayaan pada diri sendiri dan sejawat
(13). Mengembangkan sikap saling menghargai terhadap orang lain
(14). Membina rasa persatuan dan kesatuan sesama guru
(15). Mengembangkan kemampuan pemimpin
(16). Megurangi kebosanan kerja
(17). Menumbuhkan rasa cinta dan menghargai profesi; dan lain – lain.

Kelompok kerja berpotensi untuk menciptakan konflik, program pengembangan staf dapat ditawarkan mungkin untuk menolong guru mengatasi konflik, mengatasi stres, dan menggunakan teknik resolusi konflik untuk memajukan kelompok.

Sebagai masyarakat sipil, tenaga guru di optimalkan dengan kewajibannya untuk tetap menumbuhkan persatuan dan kesatuan secara profesional di sekolah.

Ketika MBS diterapkan, jaminan sepihak dari sekolah yang otonom dapat saja melahirkan bencana besar. Sejarah, budaya, dan kontruksi bangunan sekolah mendorong terjadinya pengisolasian guru. Mungkin konsep isolasi ini muncul dari suatu ruangan atau akibat dari desain ruangan di sekolah,

Keadaan masyarakat sekarang yang rumit dan berbagai hal yang biasa. Terjadi di sekolah mendorong guru sebagai tenaga profesional harus sering berdiskusi dengan para koleganya. Beberapa pilihan dari cara yang ada untuk memerangi isolasi guru yang sudah sukses diterapkan bertahun – tahun di beberapa tempat berbeda, dikemukakan oleh Snyder dan Anderson (1986), yaitu sebagai berikut:
a.       Tim pengajar,
b.      Sistem tidak bertingkat
c.       Banyak tingkat/bermacam tingkatan kelas (3 – 4 – 5 – 6)
d.      Taman pendidikan
e.       Pengelompokan pengajaran yang berbeda yang bersifat sementara
f.       Penataan staf ( staffing ) yang berbeda – beda
g.      Perencanaan system administrative kerumahtanggaan sekolah
h.      Sekolah alternative
i.         Sekolah mini
j.        Sekolah yang menarik
k.      Sekolah dengan pilihan atau derayonisasi
l.        Pengajaran yang terprogram
m.    Pengajaran yang berbasis computer
n.      Belajar mandiri
o.      Kelompok belajar dan koomperatif
p.      Pusat sumber belajar
q.      Pedidikan individual yang terarah
r.        Pusat media
s.       Perencanaan yang matang, kelompok kecil, kelompok besar, dan pembelajaran individu
t.        Pembelajaran yang bersifat tuntas
u.      Sekolah diruangan terbuka
v.      Teknologi

Jika sekolah mampu mengorganisasikan beberapa diantaranya, berarti hal ini adalah suatu penerapan menejemen sekolah yang istimewa. Penelitian Snyder dan Anderson (1986) telah menciptakan beberapa prinsip pengorganisasian sekolah yang efektif. Di sini pengguna harus terlibat dalam perencanaan pada proses pertumbuhan apapun. Secara normatif beberap prinsip yang dimaksud disajikan berikut ini
.
  1. Iklim sekolah yang produktif, dimana tidak ada masalah berapa besar yang muncul dari keberagamaan hasil dialog kelompok, pengambilan keputusan dan tindakan yang ada.
  2. Insiatif memacu produktivitas akan lebih mudah diwujudkan oleh kelompok yang bekerja sama dalam menyelesaikan tugas tertentu daripada usaha individual, kecuali kalau pekerjaan itu sangat spesifik dan keahlian tunggal.
  3. Perlibatan kelompok kecil cenderung menghasilkan kejelasan tujuan yang lebih, usaha koordinasi yang lebih besar dan keprcayaan yang lebih besar untuk bekerja sama secara produktif.
  4. Mengorganisasikan sekolah menjadi pengelompokan yang permanent dimaksudkan untuk  mencapai tujuan pengembangan khusus yang bersifat jangka panjang.
  5. Keanggotaan lima sampai tujuh ukuran kecil yang optimal

Kelompok kerja ini dapat di kategorikan menjadi tiga jenis atau tipe yaitu tim pengajar permanen. Kelompok kerja sementara dapat berupa satuan tugas untuk mendesain atau menyelesaikan persoalan khusus. Kelompok kepemimpinan misalnya, kepala sekolah dan wakil kepala sekolah atau kelompok tertentu yang dikader sebagai calon pimpinan sekolah. 

Meski kelompok kerja guru itu bersifat permanen, dalam artian setiap orang bekerja melalui kelompok dan akan terus berlangsung selama tahun ajaran, pengelompokan itu akan bersifat cukup fleksibel untuk diadakan peubahan personaliannya dan /atau perubahan tugas saat doibutuhkan.

Produktivitas kelompok berdasarkan pada bagian berikut ini:
1.      Kepemimpinan yang efektif
2.      Kejelasan tanggung jawab
3.      Kelompok menyediakan status dan penghargaan
4.      Perlindungan yang sukses atas serangan dari luar akan meningkatkan hubungan
5.      Evaluasi yang memuaskan oleh orang luar
6.      Ketertarikan personal dari satu anggota terhadap anggota yang lain
7.      Pembagian nilai
8.      Kompetisi antar kelompok dapat membawa kedekatan antaranggota
9.      Penyediaan kesempatan bertambahnya interaksi
10.  Menjaga kelompok tetap kecil
11.  Memahami siapa bertanggung jawab atas apa
12.  Memahami dan membuat keputusan tentang cara / gaya membuat keputusan
13.  Melapor proses pada pimpinan/ kepala sekolah

D.    HUBUNGAN ANTARIDIVIDU DAN URAIAN TUGAS
Inti kegiatan manajemen adalah proses penggerakan sumber daya untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Satu hal umum tentang masalah manajemen lingkungan sekolah harus berkaitan dengan produktivitas sekolah berbasis MBS itu beroperasi. Prinsip umum evaluasi guru dengan menggunakan pendekatan manajemen by objectives (MBOs) sebagaimana pernah disarankan agaknya layak diikuti. Apa yang perlu dikuatkan disini adalah hubungan antara individu dan tujuan kelompok kerja.

Disamping dimaksudkan untuk menjelaskan peran guru peryataan tentang uraian tugas ini menguatkan proses pengawasan dari kelompok kerja. Konsep dasarnya disajikan seperti berikut ini.
  1. Individu menentukan jenis satuan tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek, termasuk tujuan tahunan yang menerangkan misi pembentukan kelompok kerja mereka.
  2. Kelompok kerja bersama – sama menentukan tujuan tahunan yang menerangkan strategi utama yang akan diharapkan oleh kelompok kerja agar unit ini dapat membantu sekolah memenuhi tujuan jangka panjangnya.
  3. Beberapa bentuk pengawasan dilembagakan. Ini dapat dijadikan sebagai pemenuhan opsi, seperti observasi terbimbing, pelatian sejawat, umpan balik siswa, rekaman audio visual untuk kritik, presentasi portofolio (posisi kewajiban).
  4. Proses peninjauan sumatif pekerjaan tahunan dilaksanakan oleh kepala atau perancangnya berdasarkan aktivitas sebelumnya. Sebagai hasilnya, yaitu rekomendasi pembaruan kontrak, perpanjangan waktu, pensiunan, tanpa program tugas kelompok kerja, tindakan remedial, dan promosi.

E.     PERTEMUAN GURU DAN PEMECAHAN MASALAH
Kelompok kerja guru berskala kecil efektif untuk memecakan masalah atau mengadakan pertemuan bagi aneka keperluan. Jika ada prodedur internal yang membunuh atau merintangi pemberdayaan, pertemuan kelompok kecil biasanya efektif untuk mengatasinya. Rintangan partisipasi pada kelompok kecil pun lebih memahami hal – hal yang yang harus mereka kerjakan daripada anggota kelompok besar yang partisipasinya cenderung semu.

Cara lain yang dapat dilakukan adalah menyewa konsultan dari luar (outsourching) ke sekolah untuk menolong seluruh staf dalam proses kelompok dari luar dengan pola kerja (biasanya) secara kontrak atau menurut skedul kerja.

Dengan merangkum pendapat Benyamin (1978), Leland (1976), dan fox (1987), berikut ini disajiakan beberapa saran berkaitan dengan imteraksi kelompok kecil.
1.      Pada perspektif sosial atau psikologikal, pertemuan secara keseluruhan harus berorientasi kelompok.
2.      Semua sumber menekankan bahwa seluruh partisipan harus menjadi pendengar aktif.
3.      Proses pengambilan keputusan yang terencana sangat diperlukan.
4.      Waktu dan lamanya pertemuan harus diatur sesingkat mungkin.
5.      Agenda yang disiapkan lebih disukai
6.      Baik proses pertemuan maupun kualitas keputusan perlu diawasi
7.      Partisipasi harus waspada terhadap masalah yang dipikirkan oleh kelompok.
8.      Menentukan tujuan pertemuan dengan hati – hati
9.      Gunakan brainstorming dengan benar, yaitu dengan menunda evaluasi dan pemutusan tentang suatu pemikiran sampai beberapa waktu kemudian.
10.  Kelompok biasanya membutuhkan beberapa jenis rekaman data  atau untuk informasi dari sekretaris.
11.  Aturan yang muncul “seketika” mendapat tempat, tetapi pada sebagian besar hal itu dihindari.

F.     GURU DAN PERAN – PERAN BARU
Umunya, ada sedikit pelayanan guru yang dimaksudkan mempersiapkan mereka untuk menerima peran baru sebagai profesional yang memberi pemberdayaan atau menerima delegasi tugas tertentu.
Peran baru (new roles) dapat saja bervariasi antar sekolah, antar guru, dan antar kelompok. Meski berbeda – beda diharapkan guru dapat menerima peran baru, seperti berikut ini.
1.      Menentukan tujuan individu dan tujuan profesional yang tertulis dengan baik, dapat diukur dan dapat diterapkan pada tujuan unit, sekolah, dan daerah.
2.      Membicarakan dengan kepala sekolah tentang tujuan ini dapat meyakinkannya bahwa tujuan lebih dilaksanakan.
3.      Menjadi kontak personal (orang utama dihubungi ) oleh orang tua anak di unitnya.
4.      Menjadi juru bicara untuk pekerjaan sekolah atau menjadi penghubung antara sekolah dan public.
5.      Bersiap untuk duduk dalam pertemuan tim yang efektif dan efisien, selain berpartisipasi pada proses saling berbagai pekerjaan.
6.      Membantu tim membuat keputusan di sekolah dan berlatih dalam membuat keputusan kelompok dengan berbagai metode.
7.      Menjadi tim penilai atau juri yang cakap atas materi kurikulum mengetahui cara menyeleksi, menjalankan, dan mengevaluasi materi pengajaran.
8.      Bertindak sebagai pasangan pelatih atau conterpart pelatihan tertentu.
9.      Bertidak sebagai pasangan evaluator yang memanfaatkan system evaluasi sekolah dan teknik observasi, selain memiliki sikap yang objektif  dan profesional.
10.  Pembiasaan atas variasi teknik pengajaran, termasuk mengetahui teknik  yang terbaik bagi siswa dan mengetahui waktu menggunakan teknik ini,
11.  Dapat meyakinkan peran baru ini secara objektif dan cerdas pada orang tua siswa.
12.  Mendalami pemahaman tes yang standar, waktu menggunakannya, dan proses enginterprestasikan atau menerjemahkan.
13.  Menjadi spesilis masalah mata pelajaran pada satu atau lebih bidang
14.  Menjadi pendidik umum
15.  Menyusun tes in house untuk pencapaian mata pelajaran
16.  Menulis tujuan pengajaran untuk memenuhi subjek (mata pelajaran) utama.
17.  Mengelola anggaran unit
18.  Mengawasi guru – guru siswa
19.  Bertindak sebagai metor bagi guru baru
20.  Menyewa guru baru sebagai bagian tim pemeriksa
21.  Pandai menggunakan computer
22.  Dapat melaksanakan dan mengajarkan penelitian keputakaan
23.  Membelah kayu untuk pembakaran ( hanya ingin melihat jika anda memperhatikan).
24.  Menjaga pendidikan pengajaran dan kecerdasan kebijakan pendidikan dalam status yang tidak ketinggalan zaman.

Sepuluh bumbu penting bagi rencana pengenbangan profesional yang produktif adalah sebagai berikut.
1.      Merumuskan tujuan pengembangan profesi seluruh sekolah.
2.      Membangun tujuan tim dan bidang keahlian tahunan
3.      Menerapkan system evaluasi yang mengembangkan orientasi
4.      Merencanakan program pengembangan profesional yang berinteraksi dalam program evaluasi
5.      Melibatkan tenaga akademik dalam prosesnya
6.      Berekperimen dengan aktivitas pasangan pelatihan. Jika tercapai, kemudian menyatukannya salam program jangka panjang.
7.      Mengadakan sistem mentor dan dorongan bagi guru yang bermasalah.
8.      Mengadakan sistem pendorongan yang berkelanjutan bagi guru bermasalah.
9.      Meyakinkan adanya komitmen anggaran yang cukup
10.  Memperoleh komitmen dan penghargaan dari kantor dinas diknas.

Kondusivitas dan rangsangan manajemen sekolah menjadi penting bagi guru yang akan menerima tanggung jawab lebih banyak daripada sebelumnya. Agar mereka mampu mengaplikasikannya, sekolah harus menyedikan hal – hal seperti berikut ini.

  1. Ada diskripsi kerja ( job description) yang biasanya memuat peryataan yang menggambarkan tentang siapa melakukan apa.
  2. Guru harus mengetahui kemajuan tentang apa dan bagaimana mereka mengevaluasi. Didasarkan pada uraian tugas itu, baik tugas akademik maupun administrative.
  3. Harus ada filosofi pengajaran bagi sekolah dan taktik guru untuk unit kerja konsep ini harus secara jelas dipahami oleh seluruh anggota yang berpartisipasi.
  4. Jika berbagai macam observasi terjadi, apakah itu berpasangan.
  5. Harus ada sistem pengecekan (checkpoint) pada pengetahuan guru terhadap mata pelajaran utama yang ditugaskan.
  6. Saat guru memiliki segala bentuk pengawasan dan peran kepemimpinan seperti pemimpin tim atau departemen, perlu ada klarifikasi peran itu, kekuasaan apa (jika ada) yang telah diberikan atau dideligasikan
G.    KONTINUASI PROFESIONALISME
Deskripsi ringkas mengenai beberapa hal yang berkaitan dengan istilah porofesi disajikan berikut ini. Kata profesional merujuk kepada dua hal. Pertama adalah orang yang menyandang suatu profesi, seperti Ali seorang profesional” . Orang yang profesional biasanya melakukan pekerjaan secara otonom dan dia mengabdikan diri pada pengguna jasa disertai dengan rasa tanggung jawab atas kemampuan profesionalnya. Istilah otonom disini bukan menafikan kolegialitas, melainkan harus diberi makna bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh seorang penyandang profesi itu benar – benar sesuai dengan keahliannya. Otonomi itu adakalanya berseri, misalnya seorang dosen melakukan pekerjaan mulai dari mempersiapkan bahan ajar, melakukan tugas – tugas pembelajaran, hingga melakukan evaluasi, dan menetapkan nilai akhir untuk mahasiswanya.

Kedua  adalah kinerja atau performance seseorang dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya.

Profesionalisme berasal dari kata bahasa Inggris profesionalism yang secara leksikal berarti sifat profesional.

Orang profesional memiliki sikap yang berbeda dengan orang yang tidak berprofesional, mesti mereka mengerjakan pekerjaan yang sama atau katakanlah berada pada satu ruang kerja.    

Profesionalisme merupakan proses peningkatan kualifikasi atau kemampuan para anggota penyandang suatu profesi untuk mencapai criteria standar ideal dari penampilan atau perbuatan yang diinginkan oleh profesinya itu. Yaitu peningkatan status dan peningkatan status dan peningkatan kemampuan pektis. Hasil studi beberapa ahli mengenai sifat atau karakteristik profesi itu disimpulkan sebagai berikut.

1.      Akademik Intelektual yang Diperoleh Melalui Pendidikan Akademik
Pendidikan yang dimaksud adalah jenjang pendidikan tinggi. Selain itu, kemampuan intelektual didapat pula dari pelatihan khusus yang berkaitan dengan keilmuan yang dimiliki oleh seorang penyandang profesi.
2.      Memiliki Pengetahuan Spesialisasi
Pengetahuan spesialisasi adaiah sebuah kekhususan penguasaan bid.ang. keilmuan tertentu
3.       Memiliki Pengetahuan Praktis yang Dapat Digunakan Langsung oleh Orang Lain atau Klien
Pegetahuan khusus itu bersifat aplikatif. Aplikasi ini didasari atas kerangka teori yaug jelas dan teruji. Makin spesialis seseorang, makin mendalam
 pengetahuannya di bidang itu, dan makin akurat pula layanannya kepada klien.
4.       Memiliki Teknik Kerja yang Dapat Dikomunikasikan (Commu­nicable)
Seorang guru haras mampu berkomunikasi sebagai gum, dalam makna apa yang disampaikannya dapat dipahami oleh peserta didik.
5.       Memiliki Kapasitas Mengorganisasikan Kerja Secara Mandiri(Self-Organization)
Istilah mandiri di sini berarti kewenangan akademiknya melekat pada dirinya. Pekerjaan yang dia lakukan dapat dikelola sendiri, tanpa bantuan orang lain, raeski tidak berarti menafikan bantuan atau mereduksi semangat kolegialitas.
6.       Mementingkan Kepentingan Orang Lain (Altruism)
Seorang guru harus siap memberikan layanan kepada anak didiknya pada saat bantuan itu diperlukan, baik di kelas, di lingkungan sekolah, maupun di luar sekolah.
7.       Memiliki Kode Etik
Kode etik ini merupakan norma-norma yang mengikat guru dalam bekerja

Asumsi berikut menjelaskan pandangan bahwa pendidik akan diperlakukan dengan hormat jika hal-hal berikut diterapkan
1.           Secara relatifmereka dibayar lebih baik daripada apa yang mereka dapatkan sekarang di mana pun mereka dipekerjakan.
2.           Mereka mempunyai pilihan untuk mengaktualkan kemampuan profesionalnya dengan bekerja secara memandu sendiri.
3.           Mereka mempunyai peluang untuk menyuarakan secara lebih besar mengenai peran dalam tugas mereka.
4.           Adanya kejelasan mengenai alur puncak karier yang tersedia bagi mereka.
5.           Mereka mengawasi peran mereka sendiri
6.            Mereka membuat keputusan tentang siswa pada level unit kerja mereka.
7.            Mereka memiliki rencana pembayaran jasa yang dibedakan antara guru yang mampu dan yang kurang mampu.
8.            Aktualisasi diri dalam kerangka membangun relasi dengan yang lain.
9.            Pemberian tanggung jawab dan tambahan kesejahteraan dalam aneka bentuknya.
10.     Lingkungan memberikan suplai di mana disiplin tidak lagi menjadi tokus utama perilaku guru.
11.     Adanya perlindungan kebebasan

H.    MENUJU ARAH PROFESIONALISME KEPALA SEKOLAH 
Secara konseptual menerima realitas mengenai perlunya peningkatan kinerja institusi persekolahan sebagai salah satu instrumen pengembangan sumber daya manusia. Realitas dimaksud adalah seBagal berikut. Pertama adalah pergeseran norma sosial dari abad industri ke abad informasi yang ikut memberi tekanan kuat terhadap perubahan kinerja institusi pendidikan. Kedua adalah migrasi pekerja pada tataran internasional yang kian terbuka dan memberi "tekanan" pada tenaga kerja lokal. Ini berarti bahwa lembaga sekolah harus mampu menyiapkan anak didik untuk menjadi masyarakat yang memiliki kemampuan dan keterampilan tertentu agar siap' bersaing. Ketiga adalah tuntutan akan kemitraan antarwarga sejagat, bersamaan dengan keharusan untuk siap berkompetisi pada aneka sektor, termasuk di sektor pendidikan. Keempat adalah pendidikan makin memasuki era massal, mulat dari tingkat dasar sampai dengan pendidikan tersier.
Di Indonesia, ada kecenderungan bahwa pengangkatan kepala sekolah lebih banyak didasarkan pada aspek loyalitas, senioritas, kinerja sebagai guru dan atau sebagai wakil kepala sekolah, ketimbang melihat aspek kompetensi, kualifikasi akademis, dan profesionalitas. Kondisi seperti ini tidak dapat dipcrtahankan lagi dengan pelbagai alasan berikut ini.
Pertama, kepala sekolah adalah suatu profesi yang menuntut penguasaan sejumlan kemampuan atau kompetensi.
Kedua, pelbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa salah satu aspek paling lemah dari penyelenggaraan. sekolah kita dewasa ini ialah aspek manajemen.
Ketiga tatangan yang dihadapi oleh dunia pendidikan (termasuk sekolah) untuk saat ini terutama pada masa mendatang, sangat berat seiring dengan kemajuan dibidang lainnya.
Keempat, kemampuan pemerintah untuk menyediakan anggaran penyeleng-garaan pendidikan di sekolah semakin terbatas, sedangkan tuntutan dana di sekolah semakin meningkat.
Pendidikan prajabatan bagi jabatan kepala sekolah dipandang sebagai salah satu solusi utama dalam upaya semua pihak untuk memberdayakan sekolah sehingga mampu menghadapi pelbagai perkembangan bahkan terhadap pelbagai gejolak, baik secara langsung maupun tidak langsung menerpa dunia pendidikan.
. Tujuan program pendidikan khusus kekepala sekolahan disajikan berikut ini. Pertama, program ini mendidik kepala sekolah untuk tampil secara lebih profesional daripada kemampuan yang mereka miliki sekarang, yaitu mampu mengantisipasi dan menghadapi perubahan yang cepat, khususnya di bidang pendidikan dan mampu memberikan solusi yang tepat dalam rangka rr»ember-dayakan sekolah menjadi center of excellent dengan menggunakan meiode ilmiah yang bersandar pada pendekatan manajemen modern.
Kedua, program ini mendidik kepala sekolah yang memiliki:
(a) Kompetensi dalarfi merumuskan visi, misi, tujuan, program, dan strategi  sekolah;
(b) Kompetensi dalam pengelolaan program sekolah secara menyeluruh;
(c) Kompetensi dalam pengelolaan program pengajaran;
(d) Kompetensi dalam pengelolaan murid;
(e) Kompetensi dalam pengelolaan personel sekolah:
(f) Kompetensi dalam pengelolaan keuangan sekolah;
(g) Kompetensi dalam pengelolahan sarana dan prasarana;
(h) Kompetensi dalam pengelolaan hubungan sekolah dan masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar